Nota Keberatan Rustam Efendi Ditolak Hakim

Tanjungpinang – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang menolak eksepsi (nota keberatan) yang diajukan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Batam, Rustam Efendi, yang menjadi terdakwa dugaan pungutan liar (pungli) penerbitan Surat Penetapan Jenis Kendaraan (SPJK) di Dishub Batam, Kamis (20/5/2021).

Dalam persidangan, ketua majelis hakim, Eduart Sihaloho, menyatakan, kekeliruan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaan sebagaimana yang dipermasalahkan terdakwa dan penasihat hukumnya, bukan merupakan suatu alasan, dan menyatakan dakwaan JPU telah memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku. Selain itu, eksepsi terdakwa tidak beralasan hukum, sehingga ditolak.

”Mengadili, menyatakan menolak keberatan atau eksepsi terdakwa Rustam dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara,” kata
hakim.

Hakim juga menyatakan, jika terdakwa masih merasa keberatan terkait putusan
eksepsi ini, nantinya dapat diupayakan dan diuraikan ke dalam pokok perkara.

Sebelumnya diketahui, Rustam Efendi selaku Kepala Dinas Perhubungan Batam bersama-sama dengan terdakwa Heriyanto selaku Kepala Seksi Pengujian Kendaraan Bermotor pada Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan (Dishub) Batam, didakwa melakukan pungli terhadap penerbitan SPJK kepada mitra kerja dan rekan kerja Kota Batam yang berhubungan dengan izin SPJK.

Pada sidang sebelumnya dengan terdakwa Heriyanto, yang menghadirkan sejumlah
saksi dari perusahaan jual beli kendaraan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Senin
(3/5) lalu, terungkap bahwa pungli di Dishub Batam sudah berlangsung lama.

Dalam keterangannya, karyawan PT Roda Mas Batam yang mengurus SPJK, Nuryono,
mengaku membayar biaya tidak resmi sebesar Rp 650 ribu untuk penerbitan SPJK
di Dishub Batam sejak 2017 hingga 2018.

Namun, sejak 2018 hingga 2020, biaya pengurusan SPJK naik menjadi Rp 850 ribu per SPJK oleh Kadishub Batam, Rustam Efendi.

Saksi kemudian mengaku diminta membayar pungutan tersebut untuk setiap penerbitan SPJK. Jika tidak membayar, maka SPJK tidak diterbitkan.

“Pungutan sudah ada sejak Kadishub Batam dijabat Zulhendri sebesar Rp 650 ribu. Saat Rustam Efendi menjabat, pungutan naik jadi Rp 850 ribu,” ungkap Nuryono kepada majelis hakim.

Selanjutnya, saksi membayar Rp 850 ribu untuk satu SPJK selama 2018 hingga 2020. Uang tersebut langsung diserahkan saksi kepada terdakwa Heriyanto di ruangan kantornya.

Sejumlah pungutan juga diserahkan saksi diparkiran kantor Dishub Batam atas perintah terdakwa.

“Tanpa tanda terima dan tanpa kwitansi. Dua minggu kemudian SPJK terbit,” kata
Nuryono.

Sementara itu, Direktur PT Roda Mas, Abiat Hemori, mengatakan, sepengetahuannya pada 2018 sebanyak 258 SPJK diterbitkan untuk perusahaannya.

Pada 2019 sebanyak 816 SPJK. Selanjutnya pada 2020 sebanyak 665 SPJK. Saksi mengaku perusahaannya terpaksa membayar uang penerbitan SPJK demi kelancaran bisnis jual beli mobil.

Jika SPJK tidak terbit, maka mobil tidak dapat dijual kepada konsumen.

“Ada keinginan untuk melapor adanya pungutan ini kepada penegak hukum, tapi saya tidak berani,” katanya.(jpg)

Sumber: batampos.co.id