7 Pemda di Kepri Terima Opini WTP dari BPK

Nomor: 1/SIARANPERS/XVIII.TJP.1.1/4/2024

Batam, 26 April 2024

Batam – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2023 kepada DPRD dan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau di Kantor BPK Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, Jl. Raja Isa, Batam Center, Kota Batam. LHP diserahkan secara langsung oleh Kepala BPK Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, Emmy Mutiarini, kepada Ketua dan Pimpinan DPRD dari tujuh kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, pada hari ini, Jumat, 26 April 2024 pada pukul 14.30 WIB. Ketua dan Pimpinan DPRD yang menerima LHP dari Kepala BPK Perwakilan adalah, Nuryanto (Ketua DPRD Kota Batam), Yuniarni Pustoko Weni (Ketua DPRD Kota Tanjungpinang), Ahmad Nashiruddin (Ketua DPRD Kabupaten Lingga), Daeng Anhar (Ketua DPRD Kabupaten Natuna), Hasnidar (Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas), Agus Hartanto (Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Bintan), dan Hasanuddin (Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Karimun).

Selain kepada para Ketua dan Pimpinan DPRD, Kepala Perwakilan juga menyerahkan LHP kepada tujuh Kepala Daerah di tujuh kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, yaitu kepada Walikota Batam, Muhammad Rudi, Bupati Karimun, Aunur Rafiq, Bupati Bintan, Roby Kurniawan, Bupati Lingga, Bupati Natuna yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Natuna, Boy Wijanarko Varianto, dan Bupati Kepulauan Anambas yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas, Sahtiar, dan Pj. Walikota Tanjungpinang yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kota Tanjungpinang, Zulhidayat.

Penyerahan LHP merupakan amanat Pasal 23 E Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan kepada lembaga perwakilan dan pimpinan entitas sesuai dengan tingkat kewenangannya. Pada tingkat kabupaten/kota, LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang telah diperiksa BPK ini diserahkan kepada DPRD dan Bupati/Walikota, untuk selanjutnya diajukan sebagai rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban APBD, sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.

Dalam pidatonya, Kepala Perwakilan menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap laporan keuangan bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. Opini didasarkan pada empat kriteria, yaitu kesesuaian antara laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).

Dalam proses menentukan opini, BPK menggunakan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif atas tingkat materialitas dan nilai temuan. Konsep materialitas adalah besarnya informasi akuntansi, yang apabila terjadi pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan atau salah saji menurut SAP, dapat mempengaruhi pertimbangan para pemangku kepentingan terhadap laporan keuangan.

Jika nilai temuan lebih rendah dari yang ditentukan artinya temuan tersebut tidak mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan, sehingga opini yang diberikan adalah Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion). Namun jika nilai temuan pemeriksaan diatas tingkat materialitas maka opini yang diberikan dapat berupa opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion), Tidak Wajar (adverse opinion) atau bahkan opini Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer).

Dengan demikian opini yang diberikan oleh pemeriksa, termasuk opini WTP, merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai “kewajaran” laporan keuangan, bukan merupakan “jaminan” tidak adanya kecurangan/penyimpangan (fraud) yang ditemui, ataupun kemungkinan timbulnya fraud dikemudian hari. Meski demikian, BPK juga menilai apabila terdapat tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh entitas yang mempunyai dampak material terhadap laporan keuangan, dan pelanggaran tersebut belum dipertanggungjawabkan/dikoreksi, serta belum diungkapkan secara memadai. Dalam batas tertentu, materialitas penyimpangan dapat mempengaruhi opini atas kewajaran LK secara keseluruhan.

Berdasarkan pemeriksaan atas tujuh Laporan Keuangan pemerintah daerah, BPK menemukan beberapa permasalahan dalam pengelolaan keuangan. Beberapa permasalahan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Pengelolaan pajak daerah, yaitu Wajib Pajak (WP) tidak melaporkan omzet sesuai kondisi sebenarnya dan belum mendaftarkan Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD). Kemudian pengelolaan data Sistem Monitoring Pajak Daerah yang belum optimal dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak;
  2. Permasalahan dalam pengelolaan penerimaan lain-lain PAD yang sah dari pemanfaatan BMD dan retribusi jasa belum dipungut, serta ketidaktepatan penghitungan tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB);
  3. Permasalahan terkait data piutang pelayanan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan yang belum dimutakhirkan dan penetapan peraturan kepala daerah pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang tidak sinkron dengan kebijakan akuntansinya sehingga saldo Piutang PBB-P2 belum termasuk data piutang WP berstatus NOPD non-efektif;
  4. Pembayaran honorarium tim pelaksana dan sekretariat kegiatan, serta narasumber/pembahas, yang tidak sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional;
  5. Hasil-hasil pekerjaan yang tidak sesuai kontrak atas realisasi Belanja Barang dan Jasa, Modal, Hibah sehingga penyedia dibayar lebih besar dibandingkan realisasi fisik terpasang/output pekerjaan;
  6. Penyedia tidak melaksanakan pengadaan sesuai dengan surat pesanan pada kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat sehingga realisasi Belanja Makanan dan Minuman Rapat dan Belanja Sewa Peralatan dan Mesin tidak sesuai kondisi sebenarnya; dan
  7. Permasalahan-permasalahan terkait pengelolaan Aset Tetap, diantaranya terkait aset tanah di bawah jalan yang belum dapat dicatat sebagai aset tetap, Aset Tetap Renovasi yang tidak dikuasai pemda tetapi masih tercatat dalam KIB E. Kemudian terdapat aset yang belum didukung bukti kepemilikan yang lengkap, penggunaan aset oleh warga masyarakat, pencatatan aset yang belum dapat digabung ke aset induk, dan aset rusak berat yang belum diusulkan penghapusan

Namun demikian, permasalahan-permasalahan tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap kewajaran penyajian atas ketujuh Laporan Keuangan pemerintah daerah tersebut.

Dengan demikian, berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh tujuh pemerintah daerah tersebut, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Batam, Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tanjungpinang, Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bintan, Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Karimun, Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Lingga, Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Natuna, dan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2023.

Subbagian Humas dan Tata Usaha

Unduh versi PDF