Ranai –Industri hulu migas nasional memiliki peran strategis sebagai salah satu kontributor utama penerimaan keuangan Negara dan penyedia sumber energi utama untuk produksi dalam hampir semua industri terkait. Dilatarbelakangi pentingnya peran strategis industri tersebut, BPK RI menyelenggarakan diskusi panel tentang optimalisasi pengawasan atas pendapatan bagi hasil migas Indonesia dikota Ranai, Kabupaten Natuna, tanggal 10 Maret 2014 yang lalu.
Diskusi panel tersebut dihadiri oleh para pejabat di lingkungan Pemkab Natuna, Pemprov Kepri, Pemko Tanjungpinang, Pemko Batam, Pemkab Bintan, Pemkab Karimun, Pemkab Lingga, Pemkab Kepulauan Anambas, BP Batam, dan beberapa BUMD di Prov. Kepri.Bertindak sebagai moderator adalah Bapak Ahmad Djazuli, sedangkan panelis adalah Anggota VII BPK RI (Bapak Bahrullah Akbar), Plt. SKK Migas (Johannes Widjonarko), Wakil Ketua Komisi XI DPR RI (Harry Azhar Azis).
Dalam pemaparan Anggota VII BPK RI disebutkan bahwa kebijakan pemeriksaan BPK untuk optimalisasi pengawasan terhadap sektor hulu migas ditekankan pada tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan (LK SKK Migas), pemeriksaan PDTT (perhitungan bagi hasil migas), dan pemeriksaan kinerja (kebijakan-kebijakan SKK migas). Terkait pemeriksaan LKPP, BPK juga melakukan pemeriksaan atas penerimaan negara dari sektor migas dan aset eks KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama).
Pihak SKK Migas, yang diwakili oleh Johannes Widjonarko, menjelaskan tentang gambaran umum kondisi terkini sektor hulu migas di Indonesia. Pada saat ini, tren produksi migas di Indonesia semakin menurun, tetapi biaya eksplorasi dan eksploitasi semakin meningkat.Selain itu, cukup banyak tantangan yang dihadapi industri hulu migas nasional, di antaranya adalah dinamika kebijakan fiskal, seperti insentif pajak, PPN reimbursement, dan penyelesaian PMK terkait sharing cost facilities.
Sumber: Presentasi SKK Migas (Ranai, 10 Maret 2014)