Tanjungpinang – Dalam LHP BPK atas LKPD Pemerintah Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2017, BPK perwakilan Kepri menemukan investasi kepada beberapa BUMD Kepri dianggap tidak memberikan manfaat ekonomi bagi pemerintah termasuk belum adanya PAD yang disetorkan.
Terkait temuan tersebut, salah satu BUMD Kepri, PT Pelabuhan Kepri melalui Komisarisnya, Aziz Kasim Djou, memberikan jawaban dan penjelasannya secara tertulis melalui WA-nya kepada BATAMTODAY.COM, Kamis, (6/2/2020).
Disebutkan Aziz, pada awalnya dasar hukum pembentukan PT Pelabuhan Kepri itu melalui Perda No. 2 tahun 2013 untuk membangun BUMD dengan memberikan modal dasar sebesar 100 miliar oleh Pemerintah Propinsi. Ketentuan dalam pengesahan pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh Kemenkumham bahwa perusahaan baru dapat sah berdiri jika telah membuktikan modal disetor sebesar 25% dari modal dasar dan Pemprov Kepri yang harus menempatkan total modal di setor sebesar Rp 25 miliar pada tahun 2015.
Setelah Pemprov Kepri melakukan penyetoran tersebut pada tahun 2015, PT Pelabuhan Kepri mengajukan izin usaha kepada Menteri Perhubungan. Namun pada saat itu regulasi di Kementerian Perhubungan berubah pengaturannya. Untuk pemberian Izin Usaha Badan Usaha Pelabuhan disyaratkan harus memiliki modal dasar sebesar Rp 1 triliun, dengan modal yang disetor harus sebesar Rp 200 miliar oleh pemerintah propinsi Kepri, sesuai dengan Permen Perhubungan Nomor PM 45 Tahun 2015, Tentang Persahabatan Pemilikan Modal Badan Usaha Dibidang Transportasi.
Kondisi itu menghambat untuk memiliki izin usaha, sehingga PT Pelabuhan Kepri pada tahun 2015 belum bisa mengembangkan usaha untuk beroperasi. Namun pada Tahun 2017, setelah Budi Karya Sumadi mengganti Pak Ignasius Jonan, maka ketentuan modal tersebut dicabut. Pada tahun 2017 tersebut PT Pelabuhan Kepri mengajukan izin kembali (yang sebelumnya ditolak) dan pada akhirnya diterbitkan BKPM atas nama Menteri Perhubungan pada 3 November 2017.
Sesuai dengan Kepmen Nomor 16/I/su-Pelabuhan /PNDN/2017 Tentang pemberian izin usaha kepada PT Pelabuhan Kepri sebagai Badan Usaha Pelabuhan. Ini disebut sebagai titik awal atau startnya sebuah BUMD/Perusahaan untuk mulai menyusun langkah berusaha karena baru ada izin.
“Setelah mengantongi izin, PT Pelabuhan Kepri mulai beroperasi di awal tahun 2018 dengan modal yg sempat terkuras akibat menyiapkan perusahaan dan perizinanya dengan masa tunggu yang cukup panjang tersebut,” jelas Aziz.
“Dengan usaha tahun 2018 dan 2019, PT Pelabuhan Kepri telah bisa mengembalikan dana investasi yang sempat terkuras sebelumnya sama dengan modal yang disetor pada tahun 2015,” tambah Aziz.
Untuk saat ini, kegiatan usaha yang pernah dan yang sedang dilaksanakan PT Pelabuhan Kepri adalah
- Pelayanan jasa kepelabuhanan untuk mendukung kegiatan PLN Batam;
- Pelayanan jasa angkutan pelayaran;
- Manajemen Transportasi (marine advisory serviice).
Sementara itu, PT Pelabuhan Kepri belum bisa maksimal dalam operasionalnya karena permohonan pengelolaan pelabuhan dalam melaksanakan sebagai bisnis utamanya masih dalam proses.
“Permohonan kepada Pemprov Kepri untuk pengelolaan Pelabuhan Penagi dan Kuala Maras milik Pemprov Kepri, dan Permohonan kerjasama pemanfaatan kepada Ditjen Perhubungan Laut, KSOP Tanjungpinang untuk pengelolaan pelabuhan Tanjung Mocoh, saat ini sedang proses,” tutup Aziz.
Untuk Program Ke depannya yang menjadi bisnis turunan lainnya PT Pelabuhan Kepri masih sedang melakukan set up oleh BUP. Hak tersebut dikarena membutuhkan modal yang cukup besar yakni penyediaan supply boat, petugas pandu, kapal tunda, proses menyiapkan man, material, machine dan methode.
Editor: Chandra
Sumber: BATAMTODAY.COM