Apa Kabar Kasus Korupsi Proyek Monumen Bahasa Melayu Pulau Penyengat?

Maket Monumen Bahasa Pulau Penyengat. (foto: ist)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang – Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Monumen Bahasa Melayu (MBM) di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, hingga saat ini menjadi tanda tanya besar masyarakat. Proyek MBM itupun hingga saat ini masih mangkrak.

Setelah sebelumnya sempat ‘mangkrak dan mengendap’ di Kejaksaan Tinggi Kepri, dugaan korupsi megaproyek yang menelan dana Rp 12,5 milliar dari APBD 2014 itu diusut Direskrimsus Polda Kepri.

Kendati telah memeriksa sejumlah pihak, namun hingga saat ini, tindak lanjut penanganan kasus yang diduga merugikan negara Rp 2 milliar lebih dari jaminan uang muka proyek ini, juga belum menunjukan tanda-data penetapan tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri Kombes Pol.Rustam Mansur mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih terus memproses dan melakukan penyelidikan dugaan korupsi monuman bahasa yang mangkrak tersebut. “Masih lidik, sabar,” katanya ketika dikonfrimasi BATAMTODAY.COM.

Rustam juga mengakui, penyidik Direskrimusus Polda Kepri telah memanggil dan memeriksa beberapa saksi dalam kasus itu. Namun dia belum bersedia membeberkan saksi yang telah diperiksa.

Di tempat terpisah, Kepala Inspektorat Provinsi Kepri, Mizar Bahtiar mengaku, juga turut diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Kepada penyidik Mirza Bhatiar mengaku telah membeberkan kronologis pelaksanaan proyek, penghentian pekerjaan serta audit konstruksi internal yang dilakukan Inspektorat Provinsi Kepri dan BPKP atas proyek tersebut.

“Saya diperiksa dan dimintai keterangan dua minggu lalu di Polda Kepri. Dimintai keterangan terkait hasil audit konstruksi internal yang sebelumnya telah dilakukan atas proyek ini. Tentu kami menghargai proses hukum yang berjalan,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Proyek Monumen Bahasa Melayu (MBM) di Pulau Penyengat, dialokasikan sebesar Rp 12,5 milliar dari APBD 2014 melalui DIPA dinas Kebudayaan Provinsi Kepri.

Setelah melalui proses tender, Pokja Unit Layanan Pengandaan (ULP) Provinsi Kepri saat itu, memenangkan Yaser selaku pihak ke tiga yang meminjam PT Sumber Tenaga Baru (STB) milik Yunus.

Kontrak pekerjaan, ditandatangani Arifin Nasir selaku Pengguna Anggaran (PA) merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Setelah penandatanganan kontrak, Yaser mengajukan pencairan dana uang muka 20 persen atau senilai Rp 2 milliar lebih dari nilai kontrak.

Namun hingga akhir masa pelaksanaan, Yaser sebagai konraktor pelaksana mengilang, dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya.

Akibatnya, Mantan kepala dinas Kebudayaan Arifin Nasir selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek memutus kontrak serta memberi sanksi dan blacklist PT STB. Perusahaan tersebut juga diwajibkan untuk mengembalikan jaminan uang muka serta pinalti denda atas proyek.

Dari hasil audit konstruksi internal Inspektorat Provinsi Kepri dan BPKP, kala itu disimpulkan, total progres pekerjaan proyek masih nol persen.

Sayangnya, hingga saat ini pengembalian dana jaminan pencairan uang muka 20 persen dari nilai kontrak proyek, serta denda pinalti atas tidak siapnya Proyek Monumen Bahasa Melayu Penyengat ini, tidak pernah di kembalikan Yaser dan Yunus selaku kontraktor dan pemilik perusahan.

Mirza juga mengaku, dirinya dimintai keterangan oleh Penyidik Polda terkait dengan jaminan uang muka serta dana jaminan pelaksanaan proyek yang hingga saat ini belum dikembalian kontraktor dan pemilik perusahaan itu ke kas daerah.

Kepala Inspektorat ini menambahkan, kasus mangkraknya proyek Monumen Bahasa Melayu di Penyengat itu dilirik Polda kembali, setelah sebelumnya ada penanganan dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

“Namun hasil rekomendasi dan keputusan APIP atas proyek ini, ternyata hingga saat ini juga tidak berjalan. Hal itu dibuktikan atas tidak adanya pengembalian dana Jaminan uang muka serta denda pinalti yang dilakukan oleh kontraktor,” ujarnya.

 

Oleh: Charles Sitompul

Editor: Yudha

Sumber: www.batamtoday.com